Di masa pandemi, tidak semua siswa di Indonesia bisa dengan
ideal belajar dari rumah secara daring (online).
Hal ini disebabkan beberapa faktor. Diantaranya faktor geografis dan faktor
ekonomi.
Di daerah-daerah pelosok, masih ada wilayah yang belum
maksimal akses internetnya. Ada juga beberapa daerah yang tergolong ekonomi
masyarakatnya rendah, sehingga jarang yang memiliki alat komunikasi seperti handphone atau smartphone.

Maka jika guru-guru didaerah yang relatif mendukung bisa
lebih mudah mengirim tugas dari rumah kepada siswa, orangtua, atau walinya. Maka
guru pelosok tidak bisa sesederhana itu. Untuk memastikan siswa tetap belajar
semasa pandemi, tugas guru pelosok menjadi lebih berat.
Hal ini seperti yang dialami oleh Ujang Setiawan Firdaus. Bapak
guru berusia 50 tahun asal Garut ini menghadapi kenyataan bahwa siswa di
wilayah tempatnya mengajar jarang yang memiliki smartphone. Sehingga ia tidak bisa melaksanakan anjuran untuk
melaksanakan pembelajaran secara daring. Bahkan untuk mengikuti anjuran belajar
melalui stasiun televisi TVRI juga kesulitan dikarenakan faktor jaringan.
Sebagaimana dikisahkan di halaman republika.co.id pada (17/04) lalu, Ujang akhirnya memutuskan untuk
mendatangi rumah siswa satu persatu. Ujang yang mengajar pada jenjang SD ini
setiap hari rutin mendatangi 45 orang siswanya.
“Murid saya tinggal di enam kampong. Jadi kalau tinggalnya
sekampung, dikumpulkan di satu rumah. Pas selama enam hari (hari kerja) itu
untuk datang ke enam kampung,” jelasnya kepada republika.co.id.

Pekerjaan Ujang tentunya lebih berat ketimbang di hari-hari
biasa yang tidak memerlukan berkeliling karena hanya cukup datang ke satu
tempat, yakni sekolah tempatnya bekerja.
Kemendikbud sendiri baru-baru ini mengeluarkan pedoman
pelaksanaan pembelajaran dari rumah. Termasuk, bagaimana pedoman jika dilakukan
secara luring (offline) seperti yang dilakukan oleh Ujang.
Dalam pedoman yang dirilis bulan Mei 2020 tersebut,
pembelajaran luring yang direkomendasikan Kemendikbud memberikan beberapa alternatif.
Diantaranya dengan menggunakan buku, modul dan bahan ajar dari lingkungan
sekitar serta penggunaan televisi dan radio daerah.
Dengan tetap menjaga jarak sosial dan jarak fisik pribadi,
pembelajaran tetap diharuskan berjalan. Kondisi yang tidak biasa ini jelas
sesuatu yang berat bagi guru seperti Ujang. Semua tentu berharap keadaan bisa
kembali normal.**

Categorized in: