Matapendidikan.com,- Salah satu persoalan yang ada dalam kehidupan manusia saat ini adalah konsumerisme. Konsumerisme kini menjadi bagian yang tak terpisahkan dalam kehidupan manusia.

Sebelum membahas lebih jauh tentang apa solusi yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah konsumerisme, perlu dijelaskan terlebih dahulu, apa itu konsumerisme?

Dikutip dari Wikipedia, konsumerisme adalah suatu paham yang menjalankan kegiatan konsumsi atau dalam bahasa lain memakai barang-barang hasil produksi berlebihan secara sadar dan berkelanjutan. Konsumersima menbuat manusia candu kepada suatu produk dan memiliki ketergantungan yang sulit dihilangkan.

Orang-orang yang menjalankan paham konsumerisme ini kemudian disebut sebagai orang yang konsumtif. Sifat konsumtif ini dalam konteks tertentu bisa disebut sebagai jenis penyakit  yang berhubungan dengan kejiwaan.

Sebelum membahas solusi dari konsumerisme, rasanya penting bagi kita untuk membahas penyebab dari munculnya konsumerisme.

Setidaknya, ada dua faktor yang menyebabkan konsumerisme dapat menjangkiti seseorang.

Pertama, Faktor Internal

Pada dasarnya, manusia itu memiliki insting untuk menginginkan segala sesuatu. Termasuk benda-benda yang ia saksikan disekitarnya.

Tentu kamu masih ingat, ketika kecil, kamu mungkin pernah menginginkan mainan? Pernah rebutan benda-benda tertentu dengan saudaramu?

Itu adalah bukti bahwa hasrat untuk menginginkan,  memiliki, hingga memakai dalam bentuk mengonsumsi sesuatu itu sejatinya hal yang alamiah saja. Dalam diri manusia, memang ada insting yang semacam itu. Siapapun dia orangnya.

Hanya bedanya, ada yang mampu mengendalikan dan mengaturnya sedemikian rupa, dan ada yang kesulitan hingga akhirnya bahkan membabi buta berusaha untuk senantiasa memuaskan segala keinginan. Inilah yang kemudian mengategorikan orang tersebut pada akhirnya berada dalam golongan konsumtif.

Kedua, Faktor Eksternal

Tentu kamu pernah mendengar, bahwa pada dasarnya, manusia manusia itu memiliki dua hal. Kebutuhan dan keinginan.

Kebutuhan itu tanpa dibuat-buat, manusia pasti membutuhkannya. Misalnya manusia butuh energy (makan), manusia butuh tidur, manusia butuh minum, itu semua tak perlu ada rekayasapun pasti dirasakan oleh manusia.

Namun berbeda dengan keniginan. Keinginan, sebagai asal muasal konsumerisme tak selalu muncul tiba-tiba. Ia muncul karena ada rekayasa dari faktor lingkungan sekitar.

Hal tersebut misalnya iklan-iklan di berbagai media, gaya hidup yang dijalankan lingkungan bermain, gaya hidup artis yang disaksikan, tetangga yang hobi pamer barang-barang baru, teman sebaya yang sombong dengan belanjaannya, dan berbagai hal lainnya.

Hal-hal ini sebetulnya bukanlah kebutuhan. Tidak dipuaskan juga sebetulnya manusia tidak akan mati. Namun, karena faktor-faktor eksternal ini bertubi-tubi menampakkan dirinya, pada akhirnya banyak manusia yang terpengaruh.

Bahkan, akhirnya menjadi konsumtif terhadap barang-barang tertentu sehingga menjadikannya mengidap konsumerisme.

Lantas, Bagaimana Solusi Dari Konsumerisme?

Solusi yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah konsumerisme ini dapat ditinjau dari dua pendeketan. Yakni pendeketan individual dan pendeketan sistemik.

PENDEKATAN INDIVIDUAL

Pendekatan individual yang dapat digunakan untuk memecahkan masalah kosnumerisme ini tentu harus dipahami adalah pendekatan yang hanya dapat digunakan untuk memecahkan masalah konsumerisme dalam tataran individu per-individu.Misalnya, caranya antara lain:

  • Memberikan pemahahaman kepada individu untuk dapat membedakan mana kebutuhan dan keinginan sebagaimana yang disinggung sebelumnya. Hal ini dimaksudkan agar pengidap konsumerisme dapat lebih bijak menilai benda-benda yang perlu dimilikinya.
  • Memberikan pemahamanan tentang skala prioritas juga hal yang tidak bisa diabaikan. Manusia harus memahami bahwa tak semua keinginannya dapat diwujudkan. Ia harus memilah mana yang penting dan mendesak untuk dipenuhi, mana yang penting dan tidak mendesak untuk dipenuhi, mana yang tidak penting namun mendesak untuk dipenuhi, dan mana yang tidak penting dan tidak mendesak untuk dipenuhi.Dengan skala prioritas ini, diharapkan pengidap konsumerisme bisa mengendalikan apa yang sebaiknya ia penuhi lebih dulu, dan mana yang bisa ia atur.
  • Mengingatkan tentang kefanaan benda juga hal yang bisa kamu lakukan. Apalagi jika kamu adalah orang yang beragama. Penting dijelaskan bahwa segala yang manusia punya akan dimintai pertanggungjawaban. Semakin banyak benda yang dimiliki, otomatis semakin banyak hal yang perlu untuk dipertanggungjawabkan

Kalau tidak bisa mempertanggungjawabkan, diakhirat bisa-bisa sengsara. Kalau kamu atau teman yang akan kamu ingatkan itu masih rajin solat, sepertinya akan mudah dia sadar dengan cara ini.

PENDEKATAN SISTEMIK

Pendekatan sistemik sebenarnya adalah cara yang lebih efektif. Namun, solusi dengan pendekatan sistemik membutuhkan peran negara sebagai pihak yang membangun dan menjalankan sistem dalam suatu kehidupan bermasyarakat.Banyak solusi yang dapat digunakan negara untuk memecahkan masalah konsumerisme. Antara lain:

  • Membatasi iklan yang mengajarkan konsumerisme

Konsumerisme dapat dijangkit awalnya karena iklan. Iklan yang mengajarkan konsumerisme mungkin saja difilter sebagai bagian dari langkah preventif.

  • Mendorong masyarakat tidak pamer

Konsumerisme juga bisa dimulai dari rasa kabita yang dirasakan orang ketika melihat orang lain yang addict dengan benda-benda tertentu yang biasanya cenderung mahal. Jika orang yang tertarik itu mampu sebenarnya sah-sah saja, masalah muncul jika ia kategori pas-pasan.

Untuk itu, agar tidak saling cemburu dengan harta benda orang, bisa juga didorong agar masyarakat jangan pamer.

  • Membuat lembaga rehabilitasi

Konsumerisme adalah candu bagi pengidapnya. Seperti pengguna rokok, pemain game, dan sebagainya. Jika memang ada keseriusan menekan konsumerisme, bisa juga dibuat lembaga khusus untuk merahabilitasi orang-orang yang terpengatuh konsumerisme.

  • Membuat sistem yang tidak menghidupkan kultur konsumerime

Negara memiliki peran juga untuk membangun sistem kehidupan dan berbagai aturan dalam berbagai bidang kehidupan agar tidak terbangun kultur konsumerisme. Saat, ini konsumerisme menjadi wajar dijangkiti banyak orang karena sistem yang dibangun membangun paham materialisme yang menjadi berbagai hal yang bersifat kebendaan lebih utama dari yang lain.

Hal ini menjadikan orang gemar dan cinta terhadap berbagai barang. Dalam batas wajar tak masalah, namun jika dalam taraf candu dengan menciptakan konsumerisme jelas menjadi masalah.

Ini tentu sebagai bagian dari upaya yang sifatnya kuratif.**

Categorized in: