ASAL MULA SHALAT TARAWIH
ASAL MULA SHALAT TARAWIHKata “Tarawih” merupakan jamak dari kata “Tarwihah” yang berarti satu kali istirahat, karena para sahabat ra. ber-istirahat setiap empat raka’at (Al-Hady An-Nabawy As-Shahih Li As-Shabuny, hal 35, Menukil dari Lisanul Arab dan Hasyiyatan, hal 294).
Shalat Tarawih juga dinamakan dengan “Qiyam Ramadhan” (Al-Hady An-Nabawy As-Shahih Li As-Shabuny, hal 36, dan Hamisy I’anah At-Thalibin, juz 1 hal 265). Penamaan ini diambil dari Sabda Nabi SAW;
مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
“Barangsiapa berdiri melakukan shalat malam dibulan Ramadhan dengan iman dan ikhlas, maka diampuni baginya dosa-dosa yang telah lalu”. (HR. Bukhari Muslim)
KESIMPULAN :
- Shalat tarawih dinamakan pula “Qiyam Ramahan”.
- Shalat tarawih hanya dilakukan pada bulan Ramadhan.
- Ada waktu istirahat antara salam dan takbir shalat berikutnya sedikitnya tiga kali, Imam Nawawi mengatakan satu Istirahat itu empat dengan dua salam, jumlah keseluruhannya lima kali istirahat. (Aqiqah As-Salaf, 303, menukil dari Kitab Majmu’ Syarah Muhadzab, juz 3 hal 526).
- Nabi saw melakukannya dibulan Ramadhan dan diluar Ramadhan sedangkan shalat Tarawih hanya ada dibulan Ramadhan.
- Nabi saw salam setelah 4 rakaat berati hanya satu istirahat (tarwihah) bukannya beberapa kali istirahat (tarawih).
- Dari pertanyaan ‘Aisyah ra. “a tanaamu qabla an tuutira” menunukkan bahwa shalat itu adalah shalat witir bukan tarawih.
Hadits ini tidak dapat dijadikan hujjah, karena ada beberapa ‘illah (cacat):
a. Dalam hadits ini ada kontradiksi.
Pada awalnya hadits ini menunjukkan bahwa Nabi saw sudah shalat witir, karena sudah shalat sebelas rakaat dan pada akhirnya Sayyidah ‘Aisyah ra bertanya dengan kat-kata “tanaamu qabla an tuutira” yang menunjukkan beliau belum witir. Namun hal ini tidak diketahui banyak orang karena hadits ini sering disampaikan sepotong saja hanya sampai kata “tsumma yushallii tsalaatsa” tidak dilanjutkan sampai akhir hadits. Ini merupakan beberapa pangkal pengkaburan yang banyak mempengaruhi orang yang ceroboh.
b. Hadits ini Mudthorrib (simpang siur) karena ada beberapa riwayat dari Sayyidah ‘Aisyah yang berbeda-beda sebagai berikut:
1). Hadits ‘Aisyah ketika ditanya oleh Abu Salamah bin Abdurrahman:
“Dari Abi Salamah bin Abdur-rahman beliau bertanya kepada Sayyidah ‘Aisyah ra. tentang shalat Nabi saw. pada bulan Ramadhan, sayyidah ‘Aisyah ra. menjawab: Beliau tidak pernah shalat lebih dari sebelas rakaat baik dibulan Ramadhan maupun lainnya.Beliau shalat 4 rakaat, jangan tanya bagus dan lamanya, lalu shalat lagi 3 rakaat. Saya bertanya : “Wahai Rasulullah, apakah engkau akan tidur sebelum shalat witir?” Beliau menjawab : “Wahai ‘Aisyah ra, mataku tidur, namun hatiku tidak tidur”. (HR. Bukhari Muslim).
2). Hadits ‘Aisyah ra. yang diriwayatkan oleh ‘Urwah :
“Beliau (Rasul saw) shalat malam 13 (tiga belas) rakaat kemudian shalat 2 (dua) rakaat yang ringan setelah mendengar adzan subuh”. (H.R. Imam Malik dalam kitab Muwattha’).
3). Hadits ‘Aisyah yang diriwayatkan oleh Urwah:
“Sesungguhnya Nabi saw. shalat diwaktu malam sebelas rakaat beserta witirnya. Tatkala beliau selesai melakukan shalat, beliau berbaring pada bagian kanan tubuhnya”.
4). Hadits ‘Aisyah yang diriwayatkan oleh Urwah:
“Sungguh Nabi saw melakukan shalat diwaktu malam 13 rakaat, lalu beliau shalat 2 rakaat yang ringan tatkala mendengar adzan shubuh”.
5). Hadits ‘Aisyah yang diriwayatkan oleh Masruq:
“Aku bertanya kepada Aisyah ra. tentang shalat Rasulullah di waktu malam, lalu ‘Aisyah menjawab : 7 (tujuh), 9 (sembilan) dan 11 (sebelas) selain 2 rakaat fajar”.
6). Hadits ‘Aisyah yang diriwayatkan oleh Qasim bin Muhammad :
“Nabi saw. melakukan shalat malam 13 (tiga belas) rakaat, witir 1 (satu) rakaat dan 2 (dua) rakaat fajar”.
Dari hadits-hadits ‘Aisyah diatas ada beberapa kontradiksi:
- Hadits pertama menunjukkan bahwa Nabi saw. tidak pernah shalat malam lebih dari 11 (sebelas) rakaat, sedangkan hadits yang ke-empat menunjukkan bahwa Nabi saw. shalat malam 13 (tiga belas) rakaat, berarti lebih dari 11 (sebelas rakaat).
- Hadits pertama menunjukkan witir 3 (tiga) rakaat, sedangkan hadits yang ke-tiga menunjukkan bahwa witir 1 (satu) rakaat.
- Hadits ke-tiga Nabi saw. shalat 13 (tiga belas) rakaat termasuk witir dan sunnah fajar, sedangkan hadits ke-dua dan ke-empat Nabi saw shalat 13 (tiga belas) rakaat tanpa sunnah fajar, berarti 15 (lima belas) rakaat dengan sunnah fajar.
3. PENDAPAT KETIGA
Pernyataan Sayyidah ‘Aisyah ra. itu dimaksudkan mengabarkan tentang shalat Nabi saw menurut se-pengetahuan beliau. Dengan demikian ada kemungkinan Beliau saw. melakukan shalat lebih dari 11 rakaat di luar sepengetahuan Sayyidah ‘Aisyah ra. seperti yang telah dibuktikan oleh Zaid dan Ibnu Abbas sama halnya dengan pernyataan Sayyidah ‘Aisyah ra. bahwa ia tidak pernah meliahat Nabi saw. melakukan shalat dhuha yang diriwayatkan oleh Imam Muslim :
“Abu Laila mengatakan : tidak ada yang menceritakan kepadaku bahwasanya Nabi saw melaksanakan shalat dhuha kecuali Ummu Hani, dia bercerita bahwa Nabi saw masuk kerumahnya pada waktu penaklukan kota Mekkah (fathu mekkah) lalu beliah shalat 8 rakaat dan aku tidak pernah melihat beliau shalat secepat itu.”
Apakah kita mengatakan Nabi saw. tidak pernah melakukan shalat dhuha hanya karena berdasarkan pernyataan ‘Aisyah? ini adalah kebodohan yang sangat nyata, padahal dalam shahih Muslim itu pula Ummu Hani melihat Nabi saw. melakukan shalat Dhuha 8 rakaat. (Buka kitab Al-Hady An-Nawawy As-Shahih, hal 77 – 79).
KESIMPULAN ;
Dengan demikian jelaslah bahwa hadits ‘Aisyah ra. tersebut tidak membicarakan shalat tarawih sama sekali, hal ini telah disepakati para ulama. Tidak ada satupun sahabat, tabi’in ataupun tabi’it tabi’in mengatakan bahwa tarawih itu 8 rakaat.